Apa itu Teaching Factory

A. Konsep Teaching Factory

Teaching Factory atau TeFa didefinisikan sebagai model pembelajaran yang bernuansa industri melalui sinergi SMK/MAK dengan dunia usaha/industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan pasar (Permendikbud 34/2018). Model TeFa dilaksanakan dengan pembelajaran
berbasis produksi. Produksi yang dihasilkan berupa barang dan atau jasa yang dibutuhkan oleh DUDI dan masyarakat pada umumnya. Pembelajaran terjadi karena siswa dilibatkan langsung dan menyeluruh dalam proses produksi. Kegiatan produksi dilaksanakan di ruang praktik/bengkel/lahan atau tempat lain yang telah dikondisikan mendekati situasi dan kondisi DUDI. Pengkondisian dilakukan pada: waktu, prosedur, dan tata cara atau aturan kerja sesuai standar DUDI.
TeFa dikembangkan dan diselenggarakan berdasarkan kemitraan antara SMK dan DUDI terutama yang berada di sekitarnya atau wilayahnya, mulai dari menetapkan dan atau inovasi produk (barang/jasa), menyiapkan perangkat pembelajaran, mengondisikan ruang praktik/bengkel/lahan dan lingkungan, proses dan evaluasi pembelajaran serta pemanfaatan produk dan lulusan.
Produk TeFa (barang/jasa) ditetapkan dengan menganalisis cakupan, kecukupan, dan pemenuhan kompetensi utuh berdasarkan kurikulum serta kompetensi lain yang dibutuhkan oleh DUDI. Dalam keadaan tertentu, sebagai upaya untuk memenuhi kecukupan kompetensi, peserta didik dapat
ikut mengerjakan produk TeFa dari Kompetensi Keahlian (program studi) lain yang ada di sekolahnya.
Perangkat pembelajaran TeFa disusun khusus untuk mengarahkan pengerjaan produk yang telah ditetapkan. Jika pihak DUDI mitra telah memiliki dan menggunakan perangkat yang baku, SMK dapat mengadopsi dan atau menggunakannya langsung.
Pengkondisan ruang praktik dan lingkungan diutamakan/difokuskan pada penataan fasilitas sekolah yang ada. Pengembangan atau peningkatan fasilitas dan atau sarana prasarana hanya bersifat memenuhi dan atau melengkapi kekurangan dari yang sudah ada, dengan maksud agar TeFa dapat diselenggarakan dalam situasi dan kondisi standar DUDI, bukan pengadaan/perubahan yang dilakukan secara massif dengan biaya yang besar.
Proses pembelajaran model TeFa utamanya dilakukan di sekolah dalam jam belajar yang telah ditentukan, diatur berdasarkan kurikulum yang berlaku. Produk TeFa adalah barang dan atau layanan jasa yang dibutuhkan masyarakat dan bernilai ekonomi. Jika permintaan masyarakat termasuk DUDI terhadap pemanfaatan produk TeFa meningkat, pembelaajran TeFa bisa dilakukan dengan menaikkan volume produk atau dilakukan di ruang lain yang dipersiapkan secara khusus dan atau di DUDI mitra.
Karena TeFa merupakan model pembelajaran berbasis produksi, maka waktu pembelajaran praktik pembuatan barang dan penyelesaian layanan jasa riil secara utuh harus ditata secara kontinyu (berkelanjutan atau tidak terputus) dalam bentuk “sistem blok” sesuai jumlah waktu yang dibutuhkan,
dengan merekayasa komposisi dan alokasi waktu yang ada dalam kurikulum. Jika TeFa dilaksanakan berdasarkan kemitraan dengan DUDI, penataan waktu harus mengikuti kesepakatan yang telah disetujui bersama.
Pengaturan waktu pembelajaran dapat ditata secara harian, mingguan, bulanan dan atau periode waktu tertentu atau kombinasi lainnya yang ditata berdasarkan kajian dengan memperhatikan jumlah peserta didik dan rombongan belajar, jumlah guru produktif, sarana dan prasarana yang tersedia serta jumlah dan jenis barang dan atau layanan jasa yang harus diselesaikan.

B. Tujuan Teaching Factory

Membekali lulusan SMK dengan kompetensi teknis yang utuh dan riil serta karakter kinerja yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, berjiwa wirausaha serta memiliki kesiapan untuk memasuki dunia kerja dan atau mengembangkan usaha secara mandiri.

C. Manfaat Teaching Factory

  1. Jangka Pendek (5 tahun)
    a) Membaiknya kualitas, efektivitas dan efisiensi pembelajaran;
    b) Meningkatnya kesesuaian kompetensi dan kualifikasi lulusan SMK dengan kebutuhan dunia kerja; c) Meningkatnya tarap kebekerjaan dan produktivitas lulusan SMK melalui bekerja pada pihak lain maupun berwirausaha atau bekerja secara mandiri.
  1. Jangka Menengah (5 s.d. 10 tahun)
    a) Terjadinya keseimbangan dan kesesuaian antara jumlah pasokan tenaga kerja lulusan SMK dan kebutuhan dunia kerja;
    b) Meningkatnya kemudahan melakukan sinkronisasi kurikulum sesuai perkembangan IPTEKS dan dinamika dunia kerja;
    c) Meningkatnya kemampuan sekolah dalam memenuhi kebutuhan operasional sekolah secara mandiri;
    d) Meningkatnya tarap kesejahteraan warga sekolah;
    e) Meningkatnya tarap kebekerjaan dan produktivitas lulusan SMK melalui bekerja pada pihak lain maupun berwirausaha atau bekerja secara mandiri.
    f) Meningkatnya tarap ekonomi masyarakat sekitar sekolah.

3. Jangka Panjang (setelah 10 tahun)

a) Terbangunnya sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah secara mandiri/otonomi penuh, khususnya biaya operasional sekolah sesuai kebutuhan;b) Meningkatnya kemudahan dan kemampuan dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja DUDI yang selalu dinamis baik tingkat regional maupun nasional;

c) Terjadinya kestabilan ekonomi masyarakat di seluruh wilayah;

d) Menurunnya tingkat urbanisasi;

e) Terjaganya intervensi tenaga kerja dari luar.

D. Prinsip Teaching Factory

  1. Dilaksanakan berdasarkan kemitraan strategis dengan DUDI.
  2. Pembelajaran praktik berbasis produksi, baik barang maupun jasa, berkualitas berdasarkan standar DUDI dan dibutuhkan masyarakat pada umumnya.
  3. Produk (barang dan atau jasa) ditetapkan bersama-sama mitra DUDI atau melalui kajian secara mandiri, atau dengan mengkonversi produk Unit Usaha/Produksi yang telah dimiliki dan disesuaikan dengankompetensi Lulusan.
  1. Pembelajaran dirancang dengan perangkat khusus untuk memastikan pemenuhan kompetensi dasar (KD) sebagai acuan pada aktivitas/kegiatan proses produksi, atau menggunakan perangkat atau
    instrumen lain yang lazim digunakan atau tersedia di mitra DUDI.
  2. Peserta didik terlibat langsung sepenuhnya dalam proses produksi sehingga kompetensi, kesiapan, dan karakter kerja terbangun melalui kegiatan yang dilakukan selama pembuatan barang dan atau
    penyelesaian layanan jasa;
  3. Pembelajaran praktik (dalam proses produksi) dilakukan di tempat yang telah dikondisikan sesuai keadaan atau mendekati standar DUDI, termasuk alur kegiatan produksi, aturan dan norma kerja (termasuk jam kerja), SOP serta ketentuan lain yang berlaku di DUDI.
  4. Adanya sistem dan atau tatanan pengelolaan pemanfaatan produk sesuai peraturan yang berlaku.

E. Nilai-nilai Dasar Teaching Factory

Beberapa nilai dasar yang harus dikembangkan dan ditanamkan kepada peserta didik melalui Teaching Factory antara lain sebagai berikut.

  1. Sense of quality (sadar mutu); memberikan keterampilan kepada peserta didik yang berkaitan dengan standar obyektif kualitas.
  2. Sense of efficiency (sadar mutu, waktu, dan biaya); membekali peserta didik dengan kemampuan untuk bekerja secara efisien guna menciptakan efisiensi kerja yang optimal dan mengukur tingkat
    produktivitas seperti praktik yang umumnya dilakukan oleh DUDI.
  3. Sense of creativity and innovation (kreatif dan inovatif), mengajarkan peserta didik untuk bekerja secara kreatif dan inovatif, melatih kemampuan problem solving sebagai ukuran kreativitas dan
    kemampuan untuk melihat peluang-peluang baru di DUDI seperti produk, desain dan sebagainya.
  4. Sense of professional at work (disiplin, integritas, loyal), membangun peserta didik menjadi pekerja yang tangguh, berkarakter dan berbudaya dengan tingkat kesiapan kerja sesuai sifat, tuntutan
    dan kebutuhan dunia kerja/DuDi
  5. Sense of Business (Jiwa Usaha dan Kewirausahaan), meningkatkan wawasan usaha dan kewirusahan serta mendorong peserta didik dan unsur sekolah untuk menciptakan usaha mandiri maupun berkelompok sesuai dengan keunggulan dan kearifan lokal.

F. Profil/Ciri SMK Teaching Factory

  1. Lingkungan sekolah bernuansa seperti di lingkungan DUDI, atau tempat kerja/usaha yang sesungguhnya;
  2. Tempat belajar praktik; workshop/bengkel/lahan/sanggar ditata dan dilengkapi fasilitas serta sarana penunjang lainnya sesuai standar DUDI;
  3. Pembelajaran praktik menggunakan perangkat/ instrumen/ format untuk melakukan kegiatan/aktivitas produksi barang dan atau layanan jasa.
  4. Pengelolaan pembelajaran praktik mengacu pada sistem dan jam kerja DU/DI.
  5. Pengelolaan outsourching (bila diperlukan).
  6. Hasil pembelajaran praktik peserta didik berupa produk barang atau jasa riil/utuh sesuai standar DUDI dan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
  7. Tata kelola pemanfaatan produk secara legal sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Sumber : Disalin dari buku panduan pengembangan Teaching Factory Direktorat Pembinaan SMK, kemendikbud

Tinggalkan komentar